SEJARAH PERIKLANAN
1.1. Munculnya Iklan
Tanpa kita sadari, ternyata iklan sebenarnya merupakan praktek penyampaian
pesan yang sudah lama dilakukan manusia, bahkan sejak jaman Neolitikum
(kira-kira 5000 tahun sebelum Masehi). Mengapa ? Karena pada prinsipnya iklan
adalah sebuah upaya penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan dan
aktivitas ini dapat dikatakan sama dengan kegiatan komunikasi.
Sesungguhnya kegiatan periklanan paling sederhana telah dikenal pada
peradaban manusia sebelum 1450 dalam bentuk “pesan berantai” melalui komunikasi
lisan. Komunikasi
Lisan adalah penyampaian pesan dari komunikator ke komunikan dalam bentuk
personal yang dilakukan secara tatap muka melalui mulut ke mulut Pesan berantai itu disampaikan untuk
membantu kepentingan lancarnya jual beli dalam masyarakat, yang ketika
itu mayoritas masih belum mengenal huruf, dan bahkan bahasa yang disampaikan
masih sangat sederhana dan cenderung sangat tidak terstruktur dengan baik dan
efektif. Bahkan karena belum banyak terjadi kesepakatan dalam melambangkan
sebuah konsep dan ide dalam sebentuk kata-kata, pada akhirnya pesan
disampaiakan dengan bantuan bentuk komunikasi nonverbal visual melalui gerak
tubuh (gestural). Dalam dunia pemasaran modern kegiatan pesan berantai itu
dengan istilah word of mouth.
Dengan demikian, kegiatan iklan pertama kali dikenal
melalui penyebarluasan informasi atau pengumuman yang disampaikan secara
lisan. Mengingat pola penyampaikan pesan
dilakukan secara lisan, maka jangkuan komunikasi ini sangat sempit. Namun
demikian untuk ukuran ketika itu tentunya sudah dianggap paling efektif.
Seiring perkembangan peradaban yang
lebih maju yakni peradaban lisan, manusia mulai menggunakan sarana tulisan
sebagai alat penyampaian pesan. Ini berarti pesan iklan sudah dapat dibaca
berulang-ulang dan dapat disimpan. Sehingga pada masa Yunani dan Romawi, ketika
itu iklan mulai digunakan dalam bentuk perkamen (lembaran tulisan dari kulit
kayu) untuk kepentingan pemerintahan dan perdagangan. Pada masa ini mulai
disadari pentingnya menggunakan medium untuk menyampaikan informasi. Para
pemilik usaha menggunakan pahatan di dinding-dinding kota untuk memberitahu
orang banyak bahwa mereka mempunyai dagangan tertentu. Tidak saja pahatan di
dinding sebagai medium tetapi pada jaman itu juga menggunakan papyrus. Pada zaman
caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah memulai memakai tanda dan
simbol atau papan nama sebagai media utama dalam beriklan.
Selanjutnya bentuk iklan mengalami
perkembangan menjadi relief-relief yang diukir pada dinding-dinding. Penggalian
puing-puing Herculaneum membuktikan hal itu, yakni ketika ditemukan gambar
dinding yang mengumumkan rencana penyeleggaraan pesta pertarungan gladiator.
Pada zaman caesar, banyak toko di kota-kota besar yang telah mulai memakai
tanda dan simbol atau papan nama. Itulah media utama dalam beriklan yang
digunakan masyarakat Romawi pada masa itu. Setelah sistem percetakan ditemukan
oleh Gutenberg pada tahun 1450 dan muncul sejumlah surat kabar mingguan, iklan
semakin sering digunakan untuk kepentingan komersial. Sejak saat itu
medium-medium kuno mulai ditinggalkan. Orang beralih ke pamplet atau
selembaran-selembaran untuk menginformasikan atau menjual sesuatu.
Pada awal abad 16 dan 17 yang banyak
ditampilkan adalah iklan tentang budak belian, kuda, serta produk-produk baru
seperti buku dan obat-obatan. Munculnya iklan buku dan obat-obatan ketika itu
menunjukkan bahwa waktu itu orang masih memperhatikan kesehatan dan pendidikan.
Dengan demikian di masa lampau,
ketika seorang pemilik toko atau pedagang eceran menjual barang-barang dagangan
mereka dengan memamerkan ala kadarnya, jelas bahwa apa yang kita kenal sebagai
periklanan dewasa ini sangat sulit ditemukan. Mereka melakukan kegiatan
periklanan terbatas pada papan-papan nama sederhana yang menunjukkan nama
sebuah penginapan, nama bar kecil, serta kios tukang cukur yang dihiasi dengan
tabung putar warna-warni atau hiasan lainnya yang sederhana.
Amerika Serikat, negara yang kerap kali memelopori teknik-teknik periklanan
modern, baru mulai mengenal iklan pada awal abad ke 18. Iklan-iklan media cetak
di Amerika Serikat ketika itu ditujukan
pada sasaran pembaca di Eropa yang menyebutkan adanya tanah-tanah
garapan yang menantang untuk masa depan di Amerika. Salah satu iklan itu
menyebutkan tersedianya tanah perkebunan seluas 150 hektar di daerah
Philadephia.
Salah satu contoh iklan terbaik yang
merupakan bukti sejarah yang dikenal di Amerika Serikat adalah iklan yang
dimuat di Pennsylvania Evening Post edisi 6 Juli 1776. Pesan yang disampaikan,
tidak lain adalah Proklamasi Kemerdekaan Amerika Serikat.
1.2. Iklan di Tengah Modernisasi
Sadar ataupun tidak, kita semua
sesungguhnya adalah target dari iklan yang mengisi hampir setiap waktu dan
langkah dalam berbagai sendi kehidupan. Barangkali ketika pagi hari kita telah
terekspose iklan di radio yang disiarkan pada sebuah stasiun radio, atau juga
terekspose iklan-iklan televisi yang muncul setiap saat. Bahkan kadang-kadang
iklan radio pun disampikan secara ‘soft’ berbaur
dengan tema siaran radio. Misalnya seorang penyiar mengucapkan selamat pagi
kepada pendengarnya seraya menyampaikan informasi lalu lintas, news update, info prakiraan cuaca dan sebagainya lalu mengucapkan brand sponsor sebagai closing tune-nya.Atau kadangkala penyiar membacakan nama-nama pendengar yang
sedang berulang tahun pada hari itu, sekaligus memberikan hadiah dari sponsor
tertentu.
Setelah senam pagi dan mandi, sambil
minum kopi atau menikmati sarapan pagi, mungkin koran pagi telah sampai di
tangan Anda. Andapun lagi-lagi menjadi sasaran ekspose iklan di media cetak
mulai halaman pertama dan berikutnya. Iklan itu menawarkan produk properti,
otomotif, pendidikan, consumer goods, perbankan,
produk elektronik, dan sebagainya. Anda tinggal telepon, selanjutnya costumer service dari perusahaan
pengiklan akan melayani segala kebutuhan informasi yang Anda butuhkan sebelum
melakukan tindakan pembelian.
Ketika Anda berangkat ke kantor, di
sepanjang perjalanan, terlebih-lebih di jalan yang padat dan macet di
perempatan jalan, iklan-iklan di luar ruang berbentuk billboard tampak
menjajakan diri menawarkan produk properti, otomotif, rokok, perbankan dan
sebagainya. Pada umumnya iklan-iklan
yang dipasang pada jalan-jalan tertentu akan menyesuaikan diri berdasarkan
karakteristik dari pengguna jalan.
Bahkan para pengguna angkutan umum
seperti bus, metro mini, kereta api, mikrolet dan sebagainya tetap juga menjadi
sasaran iklan. Mungkin di tengah lamunan Anda pada pagi hari, mata Anda
menangkap stiker di bagian dalam kendaraan bertuliskan nama perusahaan, atau
merek tertentu. Atau sewaktu Anda menoleh ke luar jendela, ketika itu bis
mendahului kendaraan yang Anda tumpangi, di bagian luar bis itu Anda akan
menemui iklan dalam bentul full body
painting.
Ketika Anda di tempat kerja, iklan
akan tampil dalam bentuk lebih sopan. Misalnya lewat kalender meja yang sama
sekali tidak berbicara tentang produk perusahaan secara bombastis, melainkan
berupa gambar-gambar yang mampu menjual produk. Dan ketika duduk di meja makan di restoran, seringkali Anda menemukan
nomor meja yang dikeluarkan sebuah bank, atau bahkan piringnya bermerk tertentu
sebagai bagian kegiatan promosi.
Kini iklan memang telah merasuki seluruh
bagian dari kehidupan manusia. Bukan hanya tempat-tempat milik umum, bahkan
seluruh bagian tubuh kita pun sudah menjadi sasaran media iklan. Kadangkala
kita memakai kaos promosi, topi yang dikeluarkan oleh produsen tertentu, tas
berlabel produk / perusahaan, dan sebagainya.
Kebutuhan akan adanya periklanan ini berkembang seiring dengan ekspansi
penduduk dan pertumbuhan kota-kota yang dipenuhi oleh banyak toko, restoran,
dan pusat-pusat perdagangan besar. Hal lain yang turut mempengaruhi
perkembangan periklanan adalah tumbuhnya pola-pola produksi secara massal di berbagai pabrik,
terbukanya jaringan komunikasi darat (dalam bentuk jalan raya dan rel-rel
kereta api) yang mengalirkan berbagai barang dari satu tempat ke tempa lain,
serta terbitnya surat-surat kabar populer yang menjadi tempat menarik untuk
memasang iklan.
Produksi berbagai barang dan jasa
secara besar-besaran mengharuskan pihak prosuden membawa dan
memperkenalkannya secara aktif kepada calon konsumen dan itu sering
dilakukannya melalui periklanan. Produsen tidak bisa lagi berdiam diri menunggu
datangnya pembeli. Tanpa iklan, para konsumen yang tinggal jauh dari pusat-pusat produksi tidak akan
memperoleh informasi mengenai adanya suatu
barang yang dibutuhkannya. Proses ini berlangsung selama sekitar dua
ratus tahun di negara-negara industri.
Perkembangan dunia periklanan seiring dengan perkembangan media seperti
koran-koran di kedai kopi di masa klasik pad abad ke 17 dan dimulai terbitnya biro-biro iklan pertama
seperti White’ pada tahun 1800 yang menangani periklanan lotere resmi
pemerintah Inggris. Biro iklan berikutnya, yakni Reynell and Son terbentuk di London pada tahun 1912.
Kehidupan dunia modern kita saat ini
sangat tergantung kepad iklan. Tanpa iklan, para produsen dan distributor tidak
akan dapat menjual barangnya, sedangkan di sisi lain para pembeli tidak akan
memiliki informasi yang memadai mengenai produk-produk barang dan jasa yang
tersedia di pasar. Jika itu terjadi, maka dunia industri dan perekonomian
modern pasti akan lumpuh. Jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan tingkat
keuntungannya, maka ia harus melangsungkan kegiatan-kegiatan periklanan secara
memadai dan terus-menerus. Produksi massal menuntut adanya suatu tingkat
konsumsi yang juga bersifat massal dan prosesnya mau tidak mau harus melibatkan
berbagai kegiatan periklanan melalui media massa yang diarahkan ke pasar-pasar
yang juga bersifat massal.
Awalnya, biro-biro iklan hanya
sekedar menjalankan fungsi makelar / pialang ruang atau kolom iklan di media
massa. Fungsi itu terus berlanjut sehingga posisi legal yang utama dari biro
iklan tersebut adalah sebagai perantara pihak media massa dan para pengiklan.
Biro-biro iklan itulah yang memikul tanggung jawab atas pembayaran kepada media
massa, seandainya pihak pengiklan tidak menyerahkan pembayaran sebagaimana
seharusnya karena sebab apapun. Seiring dengan
perkembangan teknologi proses percetakan yang terus membaik, maka
biro-biro iklan juga bersaing untuk menyediakan fungsi-fungsi kreatif seperti
pembuatan iklan yang semenarik mungkin kepada para pengiklan. Dengan demikian,
kedudukan biro-biro iklan telah mengalami
pergeseran dari sekedar makelar ruang iklan menjadi agen-agen pelayanan
yang bersifat multifungsi dan independen.
Di lingkungan negara-negara maju,
iklan sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Umumnya seseorang membeli
suatu produk yang mereka ketahui dari iklan, sekalipun banyak di antara mereka
yang seringkali mengkritik atau mencurigai iklan. Walaupun mereka mendapatkan
informasi dan manfaat dari iklan, mereka seringkali mengeluh bahwa iklan-iklan
itu sebetulnya tidak perlu ada, atau bahkan merupakan pemborosan karena harga
barang akan lebih murah seandainya perusahaan pembuatnya tidak memasang iklan.
1.3. Sejarah Periklanan di Indonesia
Sebenarnya iklan bukanlah hal baru dalam sejarah perekonomian di Indonesia.
Ini dapat ditunjukkan dari bukti sejarah bahwa iklan telah ada sejak koran
beredar di Indonesia lebih dari 100 tahun yang lalu. Ini berarti pertumbuhan
industri periklanan di Indonesia sudah dimulai pada zaman pendudukan Belanda,
di saat Gubernur Jan Pierterz Coen (1619 – 1625) berkuasa. Pada saat itu sudah
diterbitkan lembaran informasi yang ditulis indah (silografi). Dilihat dari
fungsi dan bentuknya, lembaran tersebut bersifat informasi pemerintah yang
komersial.
Namun demikian, iklan dalam arti sesungguhnya yang menghubungkan
kepentingan produsen dan konsumen dengan membayar ruang iklan baru terlihat di
surat kabar Bataviaashe Nouvells terbitan Agustus 1744. Hal ini
sekaligus menunjukkan bahwa keberadaan industri periklanan berkaitan erat
dengan keberadaan industri media.
Perkembangan selanjutnya, pada tahun 1825, surat kabar pada masa itu sudah
dimanfaatkan sebagai alat pemasaran yang efektif. Sebagai contoh bisa dilihat
iklan yang dimuat dalam surat kabar Tjahaja
Sijang yang terbit di Manado sejak 1869. Surat kabar ini semula terbit
sebulan sekali dengan ketebalan 8 halaman setiap terbit, ditambah 4 halaman
yang disebut “tambahan” dan kadang-kadang pula ditambah lagi dengan 4 halaman
untuk apa yang sebut “sepotong kartas Chabar yang ditambahi pada tambahan”.
Banyaknya tambahan-tambahan ini disebabkan oleh membanjirnya iklan, yang waktu
itu disebut “pemberitahoewan” pada waktu-waktu tertentu.
Fenomena yang menarik ketika itu adalah munculnya iklan dari individu
(perorangan) yang jauh lebih banyak daripada iklan perusahaan. Bahkan
perkembangan iklan baris dewasa ini tidaklah lebih baik daripada kedaaan seabad
yang lalu. Perhatikan cuplikan iklan
baris pada surat kabar Tjahaja Sijang berikut ini :
Soedah hilang didjalan
Menado-Tondano
Satoe Boekoe koelitnja
poeti
(Circulaire Post &
Telegraafdienst tahon 1880)
Siapa njang dapat haros
bawa itoe boekoe
Di Kantoor Post Menado
atas pembajaran
Menado 27 December 1881
PATTIJNAMA
Iklan-iklan pada waktu itu memang belum banyak menggunakan gambar /
ilustrasi, sehingga penetapan tarifnya cukup sederhana, yakni didasarkan atas
banyaknya baris atau kata. Kebiasaan beriklan masyarakat kita yang
menggembirakan kala itu membuat Tjahaja Sijang meningkatkan peredarannya
menjadi dwimingguan pada bulan Januari 1901. Hebatnya, penambahan halaman dan
frekuensi surat kabar itu sama sekali tidak menaikkan harga langganan per
tahun. Ini berarti konsumen disubsidi oleh pemasukan dari iklan. Dan artinya
pula, harga surat kabar itu lebih murah 50% dari harga sesungguhnya.
Menarik pula untuk dicatat bahwa Tjahaja Sijang sama sekali tidak memuat
iklan dari Batavia. Ini merupakan suatu konsep dan pemikiran yang paling benar
untuk media pers daerah. Iklan-iklan yang dimuat bersifat lokal, seperti
kedatangan anggur dan mentega dari Belanda, tersedianya lampu-lampu kereta
kuda, tentang lelang sapi, dan lain-lain.
Sementara itu di Semarang, pada tahun 1864 sudah ada surat kabar De Locomotief yang beredar setiap hari. Yang menarik
perhatian adalah sebuah iklan yang menawarkan tempat penginapan (hotel) dari
Paris. Hal ini disebabkan oleh luasnya peredaran surat kabar terkemuka ini
hingga ke Paris dan Amsterdam. Simaklah iklan berikut ini :
Grand Hotel des Pays-Bas
82, rue Lafitte, Parijs
eenig Hollandsch Hotel
Hollandsche keuken
Hollandsche courante ter
lezing
De Locomotief terbit 4
halaman setiap harinya, dan 50% dari isinya adalah iklan. Pada waktu-waktu
tertentu saat iklan luar biasanya banyaknya, penerbit mengeluarkan lembaran
tambahan sebanyak dua halaman.
Dalam buku Iklan Surat Kabar, Bejo Riyanto mencatat bahwa pada tahun
1870-an kreativitas dalam penanganan visual dalam pesan periklanan terlihat
semakin baik. Hal ini disebabkan oleh faktor internal dan eksternal industri
pers maupun periklanan itu sendiri. Pertama, terbentuknya peluang investasi
modal swasta secara langsung dalam bidang industri periklanan dan perdagangan
di Jawa. Kedua, pertumbuhan perekonomian masyarakat pribumi dan industrialisasi
melahirkan sejumlah produk yang memerlukan kegiatan pemasaran. Pertumbuhan
perekonomian memungkinkan terbentuknya suatu masyarakat konsumen yang potensial
untuk pemasaran produk industri dan jasa modern di pulau Jawa.
Secara internal, industri pers mulai berkembang dan mampu mendistribusikan
surat kabar secara luas hingga ke luar pulau Jawa. Selain itu teknologi
percetakan pun semakin baik dan industri pers berkembang di kota-kota besar di
nusantara. Bahasa pengantar yang digunakan pun disesuaikan dengan khalayak
sasaran penerbitan, yaitu bahasa Cina, Melayu, Jawa dan Sunda. Untuk menjaga
kelangsungan hidup, penerbitan pers butuh dukungan dari iklan. Sebaliknya, hal
ini menimbulkan peluang bisnis tersendiri, yaitu munculnya industri jasa
periklanan yang dikelola dengan lebih baik.
Setelah kemerdekaan negara Indonesia, istilah periklanan belum dikenal.
Kata yang digunakan adalah reklame. Pada masa itu sudah banyak perusahaan
periklanan yang dimiliki oleh orang Belanda dan Indonesia. Perusahaan
periklanan yang ada pada masa pasca kemerdakaan antara lain Aneta, Pikat, Reka,
dan Indonesia Reclame and Advertentie Bureau (IRAB). Sedangkan di Bandung ada
Balai Iklan yang sampai sekarang tetap bertahan.
Pada tahun 1949, atas prakarsa beberapa perusahaan periklanan yang
berdomisili di Jakarta dan Bandung, dibentuklah suatu asosiasi bagi
perusahaan-perusahaan periklanan dengan nama Van Reclame Bureau in Indonesia –
dalam bahasa Indonesia berarti Perserikatan Biro Reklame Indonesia (PBRI). Ada
sebelas perusahaan yang menjadi anggota PBRI diantaranya adalah Contact, De
Unie, F Bodmer dan Frank Klein. Namun demikian, PBRI ternyata kurang mampu
menampung aspirasi perusahaan periklanan milik orang Indonesia dikarenakan
domisili perusahaan periklanan milik
orang Belanda. Situasi tersebut memicu berdirinya asosiasi perusahaan
periklanan lainnya, yakni Serikat Biro Reklame Nasional (SBRN) pada tahun 1953.
Pada tahun 1957 diselenggarakan kongres PBRI Reklame pertama yang menghasilkan keputusan penting yaitu merubah
kata perserikatan menjadi persatuan, sehingga makna PBRI menjadi Persatuan Biro
Reklame Indonesia. Dan pada tahun 1972, pemerintah melalui Direktur Jenderal
Pembinaan Pers dan Grafika (PPG) Departemen Penerangan Republik Indonesia,
menyatakan bahwa PBRI adalah satu-satunya wadah perusahaan periklanan di
Indonesia.
Sejalan dengan perkembangan bahasa Indonesia, istilah Biro Reklame yang
sebelumnya digunakan oleh asosiasi diganti menjadi perusahaan periklanan. Hal
ini untuk membedakan pencitraan dari biro reklame pinggir jalan. Akhirnya PBRI
pun berubah nama menjadi Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia.
1.4. Pertumbuhan Periklanan Era Modern di Indonesia
Industri periklanan modern di Indonesia mulai tumbuh di awal tahun 1970-an
untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan
perusahaan-perusahaan yang sedang tumbuh akibat dikeluarkannya UU Penanaman
Modal Asing (UU PMA) di tahun 1967 dan UU Penanaman Modal Dalam Negeri (UU PMDN) di tahun 1968.
Hasilnya adalah cukup banyak perusahaan dan pabrik yang merambah pasar Indonesia.
Pelopor periklanan modern di Indonesia diantaranya adalah Intervesta,
Matari, Fortune, Metro, Perwanal. Intervesta yang muncul pada tahun 1964
dianggap sebagai cikal bakal perusahaan periklanan modern, karena untuk pertama
kalinya perusahaan periklanan tersebut mengenalkan teknik-teknik periklanan
modern seperti menggunakan naskah iklan bertuliskan tangan atau menata huruf di
atas timah agar hasilnya baik. Akan tetapi sejak tahun 1990-an Invervesta sudah
tidak beroperasi lagi. Perusahaan lainnya yaitu Matari yang didirikan pada
tahun 1971 untuk mengantisipasi kebutuhan periklanan perusahaan-perusahaan yang
tumbuh akibat munculnya dua undang-undang tersebut.
Tetapi kita tidak bisa mengabaikan Unilever sebagai perusahaan yang ikut
dalam proses perjalanan periklanan modern dengan selalu memikirkan manfaat
periklanan. Keseriusan Unilever menggarap komunikasi periklanannya terlihat
dengan dibentuknya Lintas (Lever International Advertising Service) sebagai
inhouse agency. Melalui Lintas, Unilever membangun sumberdaya yang sangat
penting bagi ekuitas merek di masa depan, sehingga memungkinkan Unilever
menjadi dominan di pasar barang konsumsi saat ini. Kemudian pada tahun 1980an
Unilever memisahkan Lintas menjadi lebih independent. Bahkan dari Lintas lahirlah
sumberdaya periklanan handal yang mengembangkan perusahaan periklanan baru
seperti Cabe Rawit.
Pertumbuhan perekonomian yang terus meningkat membuat pasar Indonesia
menjadi penting bagi produk-produk yang berasal dari Amerika, Eropa maupun
Jepang. Sebagian besar produk yang diiklankan adalah produk impor dan produk
joint ventura seperti Lux, Tancho, Coca Cola, Kao dan sebagainya.
Pada era 80-an, belanja iklan
Indonesia dibandingkan anggota ASEAN lainnya masih sangat kecil. Rendahnya
belanja iklan per kapita di Indonesia ini salah satunya disebabkan oleh
regulasi pemerintah dengan menutup sama sekali iklan di pasang di televisi
(TVRI) mulai tanggal 1 April 1981.
Padahal iklan di siaran televisi itu telah ada sejak TVRI mengudara pada
tanggal 1 Maret 1963. Dan alasan yang diajukan pemerintah di pedesaan yang
terekspose oleh televisi tidak menjadi ‘korban’ siaran iklan yang merangsang
emosi konsumsinya. Namun alasan lain yang tidak disebutkan adalah ketika itu
kita tengah mengalami panen “emas lewat bom minyak” (oil boom) pada
sektor ekspor kita sehingga televisi dapat tetap mengudara tanpa bantuan iklan
sekalipun.
Terlepas dari pro kontra siaran iklan
televisi yang banyak diributkan pengamat ekonomi pada tahun 1987 itu, total
belanja iklan yang dikeluarkan oleh produsen pata tahun 1987 meningkat 136%,
bila dibandingkan dengan angka pada tahun 1980. Dalam nilai nominal total
billing iklan pada tahun 1987 itu mencapai 270 milyar rupiah. Dari jumlah
tersebut, alokasi untuk media cetak sebesar 71% (koran 51% dan majalah 20%),
papan reklame 15%, radio 12% dan lainnya 2%.
Perkembangan periklanan dalam 2
dekade belakangan ini terbilang sangat pesat. Apalagi sejak kemunculan
stasiun-stasiun televisi swasta di Indonesia sejak 90-an, sektor perdagangan
dan industri sangat terbantu program perluasan pemasarannya melalui iklan di
media televisi. Dimulai beroperasinya televisi swasta di Jakarta, menyusul di
Surabaya, dan kota-kota lainnya, maka alokasi belanja iklan khususnya di media
televisi terus berkembang sangat pesat.
Di sisi lain, memasuki era 1990 birokrasi pemerintah mulai longgar sehingga
beberapa koran baru yang dimiliki pemodal kuat memasuki pasaran. Media luar
ruang pun semakin meningkatkan keahlian dan teknologinya. Kesemuanya ini akan
merangsang produsen yang bekerja sama dengan biro iklan untuk mengantur bauran
media (media mix) dengan anggaran
yang lebih besar.
Kondisi tersebut langsung direspon oleh pengusaha-pengusaha melalui
berdirinya biro-biro iklan baik dalam skala besar, menengah, maupun kecil. Tak
terkecuali biro iklan asing yang mulai merambah pasar Indonesia yang sangat
besar. Pada era 90-an sudah ada sekitar 20-an perusahaan periklanan yang
berafiliasi dengan perusahaan periklanan Indonesia. Beberapa diantaranya adalah
AdForce yang berafiliasi dengan J.
Walter Thompson, Indo Ad berafiliasi
dengan Ogilvy & Mather,
Kreasindo berafiliasi dengan Leo Burnet, AdWork dengan Euro-RSCG, Komunika
dengan BBDO. Namun demikian sampai sekarang hanya Matari dan Fortune yang
bertahan sebagai perusahaan periklanan lokal.
Hingga era 2000-an ini telah ratusan biro iklan yang menjadi anggota PPPI
(Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia). Jumlah biro iklan di luar anggota
PPPI tersebut tentunya juga sangat banyak tak terhitung jumlahnya.
1.5. Nilai Ekonomis Iklan dalam Pemasaran
Manfaat iklan yang terbesar adalah
membawa pesan yang ingin disampaikan oleh produsen kepada khalayak. Iklan
menjangkau berbagai daerah yang sulit secara fisik oleh produsen melalui jenis
pemasaran lainnya. Sekalipun memerlukan biaya yang secara nomimal sangat besar jumlahnya, namun bagi
produsen yang dapat memanfaatkan kreativitas dalam periklanan, strategi iklan
yang tepat dapat menjadi sangat murah.
Biaya iklan di negara-negara
berkembang umumnya dianggap mahal karena
berbagai sebab. Jangkauan yang terbatas serta daya beli media yang
rendah bagi kebanyakan masyarakatnya menyebabkan biaya iklan menjadi mahal. Problem
seperti itu juga seringkali ditemui di Indonesia. Surat kabar terbesar di
Indonesia dengan oplah sekitar 600.000 eksemplar misalnya dan tersebar di
seluruh kota besar, ternyata tidak seberapa jumlahnya dibandingkan jumlah
penduduk yang jumlahnya di atas 200 juta jiwa.
Hal ini dapat dimaklumi selain
karena di setiap kota telah muncul surat kabar, pola jaringan transportasi,
daya beli, minat baca, sistem percetakan yang terpusat menjadi kendala surat
kabar untuk dapat menjangkau area nasional.
Namun demikian, promosi dengan
menggunakan media massa masih dianggap lebih ekonomis. Sebagai contoh kita
memasang iklan di surat kabar Kompas ukuran 3 kolom x 200 mm dengan biaya per
mm adalah Rp 62.000,- (tarif iklan tahun 2008), maka biaya yang harus kita
keluarkan adalah Rp 37.200.000,-. Jika oplah surat kabar adalah 600.000 dengan
rata-rata 1 surat kabar dibaca 5 orang maka total pembaca adalah 3.000.000
pembaca. Maka biaya untuk menjangkau 1 orang adalah Rp 37.200.000 : 3.000.000 =
Rp 12.4,- Bandingkan dengan jika kita
harus mencetak brosur sendiri serta biaya mengedarkannya untuk menjangkau jumlah yang sama. Tentunya
biayanya akan terasa membengkak sangat mahal.
Jika dengan uang Rp 37.200.000,- itu
produsen berhasil menjual 50 unit furniture seharga Rp 5.000.000,- / unit, maka
total pendapatan adalah Rp 250.000.000,-. Biaya iklan per satu unit furniture
adalah Rp 37.200.000,- : 50 unit = Rp 744.000,-. Dengan demikian biaya iklan
adalah 14.88% dari total penjualan (Rp 37.200.000,- / Rp 250.000.000,- x 100).
Nilai ekonomis iklan ini sangat
tergantung pada daya jangkau media yang digunakan serta karakteristik khalayak
sasarannya. Ada kalanya seorang pemasang iklan harus memilih untuk memasang
iklan di surat kabar atau majalah yang oplahnya kecil dan total biaya yang lebih
mahal, namun dapat menjangkau pasar potensial yang lebih optimal.
Kini produk barang dan jasa itu
sendiri, baik penamaannya, pengemasannya, penetapan harga dan distribusinya,
semuanya tercermin dalam kegiatan periklanan yang diseringkali disebut sebagai
‘darah kehidupan’ bagi suatu
organisasi/perusahaan. Tanpa adanya periklanan, berbagai harga produk barang
atau jasa tidak akan dapat mengalir secara lancar ke para distributor atau
penjual, apalagi sampai ke tangan konsumen atau pemakainya.
Keberhasilan dari suatu perekonomian
secara nasional banyak ditentukan oleh kegiatan-kegiatan periklanan dalam
menunjang usaha penjualan yang menentukan kelangsungan hidup produksi
pabrik-pabrik, terciptanya lapangan pekerjaan, serta adanya hasil yang menguntungkan
dari seluruh uang yang telah diinvestasikan. Apabila proses berhenti, maka
terjadilah resesi. Hal ini dibuktikan oleh kanyataan bahwa negara-negara yang
makmur senantiasa disemarakkan oleh kegiatan-kegiatan periklanan yang gencar.
Sedangkan di negara-negara dunia ketiga, di mana dasar perekonomiannya
masih lemah dan kegiatan periklanannya masih berada pada taraf minimum,
lapangan kerja begitu sulit didapat sehingga begitu banyak kaum muda yang
potensial tidak dapat menemukan sumber nafkah.
1.6. Strategi Pemasaran dan Periklanan pada Era
Periklanan Modern.
Era periklanan modern di Indonesia
dapat dikatakan mulai berkembang pada
tahun 1970-an seiring dengan berkembangnya pemasaran. Untuk itu, era periklanan
moden di Indonesia dapat dilihat dari 3 era yaitu, tahun 1970-1979 yang
dinamakan sebagai era seller market – era di mana strategi pemasaran dan
periklanan lebih diarahkan pada penjualan, tahun 1980-1989 yang merupakan era
consumer market – era di mana strategi pemasaran dan periklanan lebih diarahkan
pada kepuasan konsumen; dan era tahun 1990-an yaitu era efektifitas dan
efisiensi – era di mana dalam strategi pemasaran dan periklanan lebih diarahkan
pada efektifitas dan efisiensi.
Pada tahun awal sampai akhir tahun
1970-an yang disebut sebagai era seller market, memiliki karakteristik
pemasaran sbb :
a.
Pilihan produk
terbatas
b.
Penjual lebih
berperan daripada pembeli
c.
Daya beli pasar
rendah
d.
Persaingan
masih rendah antar produk
e.
Distribusi
masih ditangani sendiri oleh produsen
f.
Antisipasi
pasar bersifat reaktif
g.
Konsumen pasif
Karakteristik pemasaran yang telah disebut diatas juga mempengaruhi
strategi komunikasi pemasaran/periklanan yaitu sbb :
a.
Menonjolkan
produk, bukan merek
b.
Dominan pada
strategi kreatif
c.
Pesan monoton /
satu arah
d.
Lebih
berorientasi pada kesan
e.
Pemilihan media
lebih pada above the line (televisi, surat kabar, majalah dan radio)
g.
Yang
beriklan secara aktif sebatas consumer
good
h.
Peranan biro
iklan belum menonjol, karena produk sangat terbatas belum ada persaingan ketat
antar merek.
Pada tahun 1980-an strategi pemasaran mulai mengarah pada kepuasan
konsumen, yang ditandai dengan hal-hal sebagai berikut :
a.
Daya beli
perorangan meningkat
b.
Munculnya kelas
menengah baru (yuppies) yang menuntut
status merek (prestise)
c.
Pilihan produk
sudah banyak
d.
Konsumen aktif
e.
Pemasaran mulai
menggunakan konsep positioning
f.
Persaingan area
bisnis
g.
Antisipasi
pasar bersifat pro aktif
h.
Persaingan
melibatkan kemasan, merek, dan image (bukan cuma produk)
i.
Orientasi pada
kepuasan konsumen
j.
Distribusi
ditangani perusahaan profesional
k.
Perusahaan jasa
dan industri mulai beriklan seperti perbankan, hotel, restoran, asuransi,
industri mobil dan sebagainya.
Strategi pemasaran yang mengarah pada kepuasan konsumen juga mempengaruhi
strategi komunikasi pemasaran / periklanan.
a.
Program
periklanan dipadukan dengan pemasaran
b.
Marketing mix
dan promotion mix dilaksanakan secara konsisten dan terpadu, menggunakan konsep
IMC (Integrated Marketing Communications).
c.
Menggunakan
media above the line (seperti
media massa) dan below the line (seperti sales promotion, lomba berhadiah,
publisitas, sponsor, dan sebagainya) secara kreatif. Namun demikian belum
berupaya menghitung efektifitas dan efisiensinya.
d.
Biro iklan
bukan lagi hanya sebagai agency atau supplier, tetapi sudah
dijadikan konsultan komunukasi pemasaran.
e.
Profesional di
bidang periklanan mulai memiliki nilai dan posisi yang baik.
f.
Pertumbuhan
periklanan yang cepat tidak didukung jumlah SDM yang mampu dan memadai,
sehingga biro iklan Indonesia mengimpor SDM asing.
Pada tahun 1990-an strategi pemasaran mulai berubah lagi seiring dengan era
globalisasi, dengan karakteristik sebagai berikut :
a.
Era globalisasi
b.
Gaya hidup
kosmopolitan, membentuk sub kultur baru
c.
Produk sangat
variatif (kondominium, telepon selular, cafe, cruise dan sebagainya)
d.
Persaingan yang
ketat antar merek. Pada akhir tahun 1990-an sudah mencapai 1800 merek.
e.
Muncul
sistem member (cusomer club) sebagai
strategi dan taktik CRM (customer retention marketing) dan loyalty
management.
f.
Pemasaran
sangat profesional
g.
Sistem
franchise (waralaba) mulai berkembang
h.
Pasar sudah
fragmented (bukan saja segmented)
i.
Pemasaran
berorientasi ke micro marketing
j.
Biaya produksi
sangat besar
Komunikasi pemasaran / periklanan di era efektifitas dan efisiensi adalah
sebagai berikut :
a.
Kehadiran
televisi swasta pada awal tahun 1990 membuat pilihan media sangat beragam
b.
Komunikasi
pemasaran tidak lagi sebatas pada kampanye periklanan, namun juga sudah
menyertakan event, upaya kehumasan dan sponsorship
c.
Indirect
marketing menjadikan media lokal berkembang
dengan baik. Media komunitas juga mulai berkembang.
d.
Berkembangnya below
the line, store marketing, pameran, media eksklusif, transportation
advertising, marketing public relations, event dan sebagainya.
e.
Hanya biro
iklan yang berorientasi kepada marketing
yang mampu bertahan.
f.
Kepemilikan
perusahaan periklanan dimiliki asing, partner.
g.
Perusahaan
penunjang komunikasi pemasaran tumbuh pesat, seperti PH, event organizer, riset
pemasaran, sales promotion, dan sebagainya.
h.
Keahlian baru
seperti specialist media, account planning, brand strategist.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Bovee, Advertising
Management, 1990
2.
Jefkins, Frank., 1997, Periklanan.
Jakarta: Erlangga.
3.
Kasali, Rhenald., 1992,
Management Periklanan: Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti.
4.
Murwani, Endah., 2004, Dasar-Dasar
Periklanan, Jakarta: Wacana Jurnal Ilmiah Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu
Komunikasi, Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama).
5.
Widyatama, Rendra, 2005, Pengantar Periklanan, Jakarta : Buana
Pustaka Indonesia.
Did you know that that you can earn dollars by locking special sections of your blog / site?
ReplyDeleteTo start you need to open an account with AdWorkMedia and run their Content Locking tool.
Quantum Binary Signals
ReplyDeleteGet professional trading signals delivered to your cell phone daily.
Follow our trades right now and profit up to 270% per day.
If you would like an alternative to casually dating girls and trying to figure out the right thing to do...
ReplyDeleteIf you would prefer to have women pick YOU, instead of spending your nights prowling around in filthy pubs and night clubs...
Then I encourage you to view this short video to discover a amazing secret that might get you your very own harem of beautiful women:
FACEBOOK SEDUCTION SYSTEM...
tale of this weblog is properly written. the author kept in consideration the grammar very well. stage of English also very well. Lot many new phrases has been used while writing content material of this weblog.cranio sacraal therapie amsterdam
ReplyDeleteHai, apakah Anda mencari pemberi pinjaman yang legal dan andal? Apakah Anda memerlukan pinjaman? Apakah Anda memerlukan bantuan keuangan yang mendesak? Apakah Anda memerlukan pinjaman mendesak untuk melunasi hutang Anda atau apakah Anda memerlukan pinjaman modal untuk meningkatkan bisnis Anda? Kami menawarkan semua jenis pinjaman kepada individu dan perusahaan dengan tingkat bunga 2% dengan ketentuan yang jelas dan mudah dipahami. Kami akan mengirimkan jumlah berapapun ke lokasi mana pun, jika Anda tertarik dengan pinjaman dari perusahaan kami, silakan hubungi kami untuk informasi lebih lanjut
ReplyDelete(E-MAIL) globalfinanceloancompany1@gmail.com
terima kasih